Aktualita.co.id – Komplikasi bisa dialami seseorang jika mengabaikan hipertensi atau tekanan darah tinggi. Nah, hipertensi ini kerap muncul tanpa gejala. Namun pemeriksaan rutin ke dokter bisa meminimalisasi risiko pecah pembuluh darah, kebutaan bahkan stroke.
Dikutip dari Vivanews, Rabu (17/5/2023), dr. Siska Suridanda Dandy Sp.JP (K), menegaskan bahwa hipertensi yang diabaikan dapat memicu berbagai komplikasi yang diawali dengan pecahnya pembuluh darah.
“(Hipertensi sebabkan pecah pembuluh darah) Fakta. Tekanan tinggi banget di pembuluh darah di mana pun di tubuh rentan menjadi gampang pecah. Paling dicemaskan kalau pecah di otak. Bisa stroke perdarahan, mengobatinya susah sekali,” tuturnya.
Dokter Silvia menuturkan bahwa pembuluh darah yang pecah dapat dialami oleh 4 organ penting yakni otak, jantung, ginjal, dan mata. Keempat organ itu paling cepat dan sering terkena dampak dari hipertensi yang sulit dihindari.
“Organ paling sering kena tensi itu otak, jantung, ginjal, dan mata. Paling cepat dan sering kena. Jantung jadi penyakit jantung koroner atau penyakit jantung hipertensi, saraf yang pecah bisa stroke dalam berbagai tingkatan, bisa berupa demensia cepat lupa dini,” ujarnya.
Pada ginjal pun, hipertensi berisiko merusak pembuluh darah sehingga organnya dapat terjadi kegagalan fungsi. Sementara di mata, pembuluh darah yang pecah dapat menganggu lensa dan saraf sehingga berisiko pada kebutaan. Maka, paling baik dan aman adalah mencegah hipertensi itu sendiri.
“Pada ginjal bisa gagal ginjal, mata bisa gangguan lensa dan saraf mata. Pembuluh darah di seluruh tubuh jadi komplikasi bisa di semua organ. Tapi paling dicemaskan itu 4 organ tadi. Paling baik pencegahan. Jangan sampai pecah pembuluh darah akibat tensi tinggi,” jelasnya.
Sebelumnya, dokter Siska menampik bahwa pengobatan hipertensi harus dikonsumsi seumur hidup. Apabila pasien hipertensi cenderung terkontrol dengan tanpa penyakit penyerta lain dan usianya masih muda, maka pengobatan dapat dihentikan.
Hal ini menjadikan pasien hipertensi sebenarnya bisa dianggap sembuh asal sebelumnya sudah menjalani pengobatan rutin dan gaya hidup baik.
“Sembuhnya itu sebenarnya terkontrol, yang nggak sembuh hilang sama sekali. Terkontrol dengan obat-obatan dan gaya hidup. Kalau sudah terkontrol pasien seperti tidak (menderita) hipertensi. Kalau terkontrol, nggak minum obat seumur hidup,” tuturnya.
Hipertensi terkontrol tersebut, lanjut dokter Siska, juga dapat dialami dengan olahraga yang rutin dan aktivitas yang baik. Serta, mengontrol berat badan agar hipertensi tidak ‘kambuh’ sehingga kondisi kesehatan lebih baik.
Kalau tensi terkontrol dengan olahraga, penurunan berat badan, maka keperluan obat makin turun dan bisa berhenti. Tentunya perlu pemantauan karena seiring usia, tensi akan naik.
“Selalu berusaha untuk tingkatkan awareness. Bisa obati sejak awal kalau nggak deteksi sejak dini kalau ada tensi tinggi. Walau merasa sehat nggak ada keluhan, tolong periksa. Kalau sudah optimal di bawah 120/90, tiap 5 tahun aja periksa. Kalau udah tinggi, udah saatnya konsultasi,” tandasnya.
**