AKTUALITA.CO.ID – Mahasiswa Departemen Kimia dan Pendidikan Dokter Universitas Brawijaya berkolaborasi melakukan riset terhadap daun kelor. Hasilnya, daun kelor bisa jadi obat alternatif menyembuhkan alzheimer, salah satu tipe demensia yang paling banyak diderita masyarakat dunia.
Para penderita penyakit ini biasanya akan mengalami penurunan fungsi kognitif serta perilaku secara progresif.
Sementara tim riset yang terdiri atas Adi Kurnia Soesanty, Jonathan Linggadiputra, Gustav Dasa Sitompul dan Farahiyah Sharfina Saputri, melakukan optimasi ekstrak daun kelor.
Riset di bawah bimbingan dosen Husnul Khotimah, mengembangkan inovasi Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) Terenkapsulasi Nanopartikel Emas (MO-AuNP) untuk diuji coba pada Tikus Model Alzheimer Disease (AD).
Tikus Model Alzheimer diinduksi dengan Amyloid beta. Lalu diinduksikan kembali secara rutin dengan obat ekstrak kelor terenkapsulasi emas buatan tim. Selanjutnya, tim melakukan beberapa uji terhadap tikus terutama uji tingkah laku kognitif tikus.
Hasil penelitian diperoleh ekstrak kelor nanopartikel emas (MO-AuNP) akan lebih mudah diserap darah menuju sistem saraf dibandingkan ekstrak tanpa dienkapsulasi dalam ukuran nano. Selain itu, obat yang diinovasikan terbukti mampu meningkatkan kondisi kognitif tikus dan juga mengurangi plak Amyloid beta.
Dengan demikian, selain memiliki efek yang menjanjikan, melalui prediksi adsorbsi dan tingkat toksisitas obat, diprediksi MO-AuNP ini memiliki kondisi toksisitas obat yang rendah. Namun penyerapan dan pengikatan protein yang tinggi menuju Sistem Syaraf Pusat (SSP).
Saat ini obat tersebut sedang dalan tahap pengembangan. Masih banyak evaluasi dan langkah yang harus ditempuh agar obat siap pakai dan dapat digunakan oleh masyakarat luas.
Berdasarkan laporan WHO, terdapat 55 juta penderita AD di mana lebih dari 120 ribu di antaranya meninggal dunia. Bahkan, diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 10 juta kasus baru per tahunnya.
Pada 2020 diketahui terdapat lebih dari 1,3 juta penderita AD di Indonesia. “Dan diprediksi akan meningkat hingga 3,8 juta penderita pada tahun 2048.
Saat ini obat alzheimer yang tersebar luas di pasaran memiliki efek samping tersendiri bagi pasien yang memiliki komplikasi. Selain itu, obat alzheimer masih belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.
AD sendiri paling banyak disebabkan adanya penumpukan Amyloid beta pada sistem saraf otak. Molekul protein ini diproduksi melalui pemrosesan proteolitik protein transmembran, protein prekursor amiloid (APP), oleh β- dan γ-sekretase.
Penelitian ini diharapkan bisa memudahkan pengobatan pada penderita alzheimer di Indonesia. Kemudian diharapkan dapat dijadikan sebagai bentuk nyata kontribusi mahasiswa UB untuk penanggulangan darurat alzheimer di Indonesia.
** yev