AKTUALITA.CO.ID – Studi di Denmark telah menemukan bahwa penderita migrain lebih mungkin mengalami strok sebelum usia 60 tahun.
Penelitian yang dipublikasikan di PLOS Medicine ini juga mengungkapkan bahwa wanita dapat membawa risiko tambahan serangan jantung dan strok hemoragik, strok yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah.
“Tujuan penelitian baru ini untuk mencari tahu apakah wanita dengan migrain juga memiliki risiko lebih tinggi terkena serangan jantung dan strok hemoragik, ketika arteri di otak pecah, dibandingkan dengan pria,” kata pemimpin studi, Dokter Cecilia Hvitfeldt Fuglsang dari Aarhus University.
Dikutip dari RMOL, Jumat (16/6/2023), strok adalah keadaan darurat medis yang serius dan mengancam jiwa yang terjadi ketika suplai darah ke otak terhambat. Hal ini biasanya disebabkan oleh gumpalan darah atau pembuluh darah di otak yang pecah.
Sebagai bagian dari penelitian, tim melakukan studi nasional terhadap rekam medis Denmark yang dikumpulkan dari tahun 1996 hingga 2018, dari orang-orang berusia 18 hingga 60 tahun.
Peneliti mengidentifikasi pria dan wanita dengan migrain berdasarkan catatan obat resep mereka dan membandingkan risiko serangan jantung dan iskemik serta strok hemoragik sebelum usia 60 tahun, dengan risiko yang dihadapi oleh orang-orang dalam populasi umum yang tidak menderita migrain.
Berlawanan dengan temuan sebelumnya, analisis menunjukkan bahwa pria dan wanita dengan migrain memiliki peningkatan risiko strok iskemik yang sama. Namun, wanita dengan migrain juga memiliki risiko yang sedikit lebih tinggi terkena serangan jantung dan strok hemoragik, dibandingkan dengan pria dengan migrain dan populasi umum.
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih banyak terkena dampak migrain, terutama karena kondisi ini lebih banyak didiagnosis pada wanita. Migrain dikaitkan dengan peningkatan risiko strok iskemik yang sama di antara pria dan wanita muda.
“Namun, migrain dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko infark miokard dan strok hemoragik hanya di kalangan wanita,” kata dr Hvitfeldt Fuglsang.
Di sisi lain, ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Para peneliti menunjukkan bahwa karena menggunakan catatan obat resep untuk mengidentifikasi pasien dengan migrain, mereka mungkin telah melewatkan individu-individu yang tidak diobati.
Peneliti menekankan pentingnya mengidentifikasi orang-orang yang memiliki risiko lebih tinggi agar dapat melakukan terapi pencegahan yang tepat sasaran.
** yev